Orasi Ilmiah: Pemanfaatan Teknologi dan Inovasi dalam Pembentukan Karakter Technopreneur


Posted

in

by

Tags:

Sabtu, 23 September 2023 Orasi Ilmiah Wisuda ke-1 Universitas UTPADAKA SWASTIKA: Pemanfaatan Teknologi dan Inovasi dalam Pembentukan Karakter Technopreneur oleh Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T., Rektor Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

Assalamualaikum Wr. Wb.,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Wei De Dong Tian,
Salam Kebajikan,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semua.

Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih atas undangan yang disampaikan untuk hadir di sini, sebagai bagian dari rangkaian acara Wisuda Universitas Utpadaka Swastika yang ke-1. Saya atas nama pribadi dan pimpinan serta seluruh civitas akademika Universitas Komputer Indonesia menyampaikan selamat kepada Ibu Ketua Yayasan dan Ibu Rektor yang baru pertama kali merayakan wisuda lulusannya. Semoga Ibu beserta jajaran pimpinan Universitas Utpadaka Swastika diberikan kesehatan untuk dapat menjalankan tugas memimpin Universitas Utpadaka Swastika dengan sebaik-baiknya, agar universitas ini terus tumbuh menjadi universitas pencetak generasi unggul dan berkarakter.

Kepada para wisudawan-wisudawati yang diwisuda hari ini, saya ingin mengucapkan selamat dan rasa bahagia yang tulus atas kelulusan Saudara/i yang sekaligus merupakan awal dari perjalanan karir Saudara/i selanjutnya. Semoga karir atau profesi yang Saudara/i tekuni nanti dapat melengkapi kebahagiaan orang tua Saudara/i pada hari ini karena tak ada yang lebih membanggakan bagi kedua orang tua melainkan berhasil membesarkan anak yang bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya umat. Kebermanfaatan Saudara/i di tengah masyarakat merupakan investasi dunia akhirat bagi kedua orang tua, keluarga besar, serta almamater tercinta.

Tema Orasi Ilmiah Wisuda ke-1 ini adalah “Pemanfaatan Teknologi dan Inovasi dalam Pembentukan Karakter Technopreneur”. Dalam kaitan ini, saya ingin menyampaikan sebuah quotes dari Jack Ma “Technology will change the world and internet generation are the builders of the world”. Teknologi lah yang akan mengubah dunia, dan generasi internet adalah generasi pembangun dunia.

Para wisudawan-wisudawati yang berbahagia,

Sebagai pemimpin masa depan di era digital dan generasi, “world builder”, mahasiswa perlu menguasai ilmu pengetahuan yang luas. Ilmu yang wajib dikuasai adalah entrepreneurship dan keterampilan menggunakan teknologi. Saudara/i perlu bersyukur telah lulus dari institusi berbasis kewirausahaan, yaitu Universitas Utpadaka Swastika. Maka para lulusan ini harus memiliki pola pikir wirausaha yang juga mencerminkan semangat teknologi, atau yang disebut dengan technopreneurship. Integrasi antara teknologi, inovasi, dan kewirausahaan merupakan inti dari apa yang disebut dengan technopreneurship. Perkembangan komersialisasi teknologi dan technopreneur dapat menjadi potensi yang sangat besar untuk membangun mesin perekonomian yang kuat dan juga dapat meningkatkan daya saing nasional di dunia global. Melalui technopreneurship, kita dapat menciptakan masa dengan dengan terobosan teknologi dan daya saing internasional yang tinggi. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, IMD Global Competitiveness Index di tahun 2023, Indonesia naik ranking dari 44 ke-32, naik sebanyak 10 peringkat. Kenaikannya masuk dalam kategori tertinggi di dunia karena lompatannya 10 peringkat. Indonesia berhasil memperbaiki peringkat seluruh komponen utama yakni: komponen kinerja ekonomi, pemerintah yang efisien, bisnis yang efisien, dan kesediaan infrastruktur.

Peningkatan daya saing ini tidak terlepas dari meningkatnya jumlah entrepreneur di Indonesia. Berdasarkan data Global Entrepreneurship Index (GEI) pada tahun 2018 Indonesia berada pada peringkat 94 dari 137 negara dengan perolehan nilai GEI-nya adalah 21. Sedangkan, pada tahun 2019 Indonesia berada pada peringkat 75 dari 137 dengan perolehan GEI adalah 26. Berdasarkan data dari GEI tersebut terlihat bahwa Indonesia mengalami peningkatan dalam nilai GEI. Berdasarkan data BPS tahun 2019 jumlah entrepreneur Indonesia mengalami peningkatan menjadi 3,1% dari tahun sebelumnya yang hanya 1,6%. Tentu saja hal ini sangat menggembirakan karena menurut David McClelland, salah satu indikator kemajuan suatu negara adalah jika negara tersebut memiliki jumlah entrepreneur minimal 2%.

Peningkatan daya saing Indonesia ini juga tidak lepas dari kontribusi besar pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang merupakan salah satu yang tercepat di Asia. Menurut Kementerian Keuangan, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia per tahun mencapai 40%. Saat ini Indonesia memiliki 2 startup Decacorn, Goto dan J&T Express, yakni startup dengan valuasi di atas 20 miliar dolar AS. Indonesia pun memiliki 9 startup Unicorn per 9 Agustus 2022, yakni: Bukalapak, Traveloka, OVO, Akulaku, Dana, Xendit, Ajaib, Kopi Kenangan, dan Tiket.com. Semua startup Unicorn tersebut telah mencapai valuasi lebih dari 1 miliar dolar AS. Dengan demikian Indonesia dikatakan mampu bersaing dalam lingkup ekonomi digital nasional maupun internasional. Unicorn telah memberikan salah satu solusi bagaimana entrepreneurship dapat dimaksimalkan melalui kemajuan teknologi, yang diyakini membawa dampak positif terhadap perekonomian Indonesia dan membuka begitu banyak lapangan pekerjaan. Adapun pengaruh Unicorn bagi revolusi industri 4.0, sesuai dengan langkah pemerintah Indonesia yang telah menetapkan Roadmap Making Indonesia 4.0 sebagai strategi dalam mencapai target menjadi 10 besar kekuatan ekonomi dunia pada 2030 mendatang.

Hadirin yang saya muliakan,

Bermimpi menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia bagi bangsa kita sekilas tampak sulit akan tetapi, sulit bukan berarti tidak Inovasi teknologi dan teknologi digital berkontribusi terhadap 11% dari total PDB atau setara dengan 1.831 triliun rupiah. Indonesia saat ini memiliki lebih dari 2.000 startup digital di Indonesia. Dengan besarnya iklim startup Indonesia tersebut, Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dalam jumlah startup terbanyak. Startup Indonesia melibatkan lebih dari 19 juta UMKM di dalamnya atau sekitar 30% dari jumlah UMKM di Indonesia yang tentu saja menyerap sejumlah besar tenaga kerja, misalnya saja transportasi berbasis platform digital menyerap jumlah pengemudi ojek sebanyak 2 juta orang dan puluhan juta lainnya bekerja di sektor e-commerce baik sebagai produsen atau distributor.

Teknologi adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, teknologi dapat meningkatkan perekonomian. Namun di sisi lain, teknologi dapat melindas generasi tanpa jiwa inovasi. Goldman Sachs memperkirakan ada sekitar 300 juta pekerjaan yang dapat digantikan atau diotomatisasi teknologi AI. Goldman Sachs, yang merupakan bank investasi dan jasa keuangan multinasional asal Amerika yang berbasis di New York, dalam penelitiannya mengenai ekonomi global menyebutkan bahwa artificial intelligence (AI) dapat mengotomatiskan 25% dari seluruh pasar tenaga kerja. mengotomatiskan 46% tugas ΑΙ juga dapat dalam pekerjaan administratif, pekerjaan legal (44%), dan profesi arsitektur dan teknik 37%. Sedangkan bidang pekerja yang tidak terlalu terancam kehadiran AI di sektor padat karya, seperti konstruksi (6%), instalasi dan perba (4%), serta pemeliharaan (1%). Studi tersebut menyimpulkan bahwa 18% tenaga kerja global diotomatisasi dengan AI. Negara-negara seperti AS, Inggris, Jepang, dan Hong Kong, lebih dari 28% tenaga kerja negara tersebut dapat diotomatisasi dengan AI.

Pemanfaatan Al untuk pertumbuhan ekonomi tergambar dari hasil riset lembaga investasi, Dewan Pengembangan Ekonomi Singapura (EDBI) dan perusahaan konsultan manajemen global, AT Kearney yang menyatakan bahwa nilai produk domestik bruto (PDB) Indonesia dapat bertambah sebesar 366 juta dollar AS dalam satu dekade mendatang. Merujuk laporan McKinsey pada 2019, sebanyak 23 juta pekerjaan di Indonesia dapat tergantikan akibat otomasi hingga 2030. Pada saat yang bersamaan, keberadaan AI dapat menciptakan 27-46 juta lapangan kerja. Sebanyak 10 juta di antaranya merupakan jenis pekerjaan baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Merujuk laporan lembaga riset dan teknologi, McKinsey dengan judul “The state of AI in 2022-and a half decade in review”, adopsi Al di lingkungan bisnis perusahaan dunia lima tahun terakhir. Pada 2022, sebanyak 50 persen responden melaporkan mengadopsi AI di setidaknya area bisnis, tumbuh lebih dari 2,5 kali lipat dari tahun 2017 yang hanya 20 persen. Jumlah rata-rata kemampuan Al yang digunakan organisasi juga terus meningkat dari 1,9 pada 2018 menjadi 3,8 tahun 2022.

Para wisudawan-wisudawati yang saya banggakan,

Kebangkitan AI dan teknologi digital perlu disikapi dengan optimisme dan semangat untuk terus meng-upgrade diri. Terus meng-upgrade diri merupakan salah satu karakter entrepreneur yang perlu ditanamkan pada jiwa mahasiswa melalui integrasi entrepreneurship pada pedagogis dan kurikulum. Kekuatan AI adalah kecepatan, akurasi, dan konsistensinya. Di sisi lain, AI masih lemah dalam soft skill seperti kreativitas, inovasi, berpikir kritis, memecahkan masalah, bersosialisasi, kepemimpinan, kolaborasi, dan komunikasi. Maka seorang lulusan Universitas berbasis entrepreneur seperti anda perlu mengembangkan soft skill ini untuk sukses. Ini bukan berarti kita harus mengabaikan hard skill seperti sains, matematika, dan teknik. Perguruan tinggi harus tetap melatih mahasiswa dalam dasar-dasar sains dan matematika, dan pada saat yang sama memberikan kesempatan dan pelatihan bagi siswa untuk meningkatkan soft skill mereka dan membantu memahami kemampuan, keterbatasan, dan implikasi AI dalam dunia nyata.

Tuntutan menghasilkan generasi yang inovatif juga dikaitkan dengan tingginya persaingan yang ditunjukan dengan data karakter demografi Indonesia. Hasil sensus 2022 menunjukkan komposisi penduduk Indonesia sebagian besar berasal dari Generasi Z atau Gen Z (27,94%), yaitu generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012. Generasi Milenial yang diprediksi menjadi motor pergerakan masyarakat saat ini, jumlahnya berada sedikit di bawah Gen Z, yaitu sebanyak 25,87% dari total penduduk Indonesia. Ini artinya, keberadaan Gen Z memegang peranan penting dan memberikan pengaruh pada perkembangan Indonesia saat ini dan di masa depan. Arti yang tersirat lainnya, jumlah pemuda yang besar atau bonus demografi yang merupakan Gen Z ini akan meninggalkan mereka yang gagap teknologi dan tidak memiliki jiwa kreatifitas dan inovatif.

Menurut hasil riset, para ahli menyatakan bahwa Gen Z memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini dilabeli sebagai generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” misalnya menyatakan bahwa Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Gen Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Gen Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Teknologi mereka gunakan sama alaminya layaknya mereka bernafas.

Artikel Bruce Tulgan dan Rainmaker Thinking, Inc. berjudul “Meet Generation Z: The Second Generation within The Giant Millennial Cohort” yang didasarkan pada penelitian longitudinal sepanjang 2003 sampai dengan 2013, menemukan lima karakteristik utama Gen Z yang membedakannya dengan generasi sebelumnya. Pertama, media sosial adalah gambaran masa depan generasi ini. Gen Z merupakan generasi yang tidak pernah mengenal dunia yang benar- benar terasing dari keberadaan orang lain. Media sosial menegaskan bahwa seseorang tidak dapat berbicara dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Media sosial menjadi jembatan atas keterasingan, karena semua orang dapat terhubung, berkomunikasi, dan berinteraksi. Ini berkaitan dengan karakteristik kedua, bahwa keterhubungan Gen Z dengan orang lain adalah hal yang terpenting. Ketiga, kesenjangan keterampilan dimungkinkan terjadi dalam generasi ini. Ini yang menyebabkan upaya mentransfer keterampilan dari generasi sebelumnya seperti komunikasi interpersonal, budaya kerja, keterampilan teknis dan berpikir kritis harus intensif dilakukan. Keempat, kemudahan Gen Z menjelajah dan terkoneksi dengan banyak orang di berbagai tempat secara virtual melalui koneksi internet, menyebabkan pengalaman mereka menjelajah secara geografis, menjadi terbatas. Meskipun begitu, kemudahan mereka terhubung dengan banyak orang dari beragam belahan dunia menyebabkan Gen Z memiliki pola pikir global (global mindset). Terakhir, keterbukaan generasi ini dalam menerima berbagai pandangan dan pola pikir, menyebabkan mereka mudah menerima keragaman dan perbedaan pandangan akan suatu hal. Namun, dampaknya kemudian, Gen Z menjadi sulit mendefinisikan dirinya sendiri. Identitas diri yang terbentuk sering kali berubah berdasarkan pada berbagai hal yang mempengaruhi mereka berpikir dan bersikap terhadap sesuatu. Oleh karenanya, peran institusi pendidikan untuk mencetak lulusan yang berkarakter dan memiliki jati diri positif sangat diperlukan.

Para hadirin yang saya muliakan,

Tidak selamanya kedekatan Gen Z dengan teknologi memberikan keuntungan. Dalam dunia kerja misalnya, O’Connor, Becker, dan Fewster (2018) dalam penelitiannya berjudul “Tolerance of Ambiguity at Work Predicts Leadership, Job Performance, and Creativity”, menemukan bahwa pekerja yang lebih muda menunjukkan kapasitas yang lebih rendah untuk mengatasi ambiguitas lingkungan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Generasi lebih muda terbiasa mengekspresikan keinginan untuk hal-hal yang bersifat kebaruan termasuk pada bidang pekerjaan yang sifatnya lebih menantang. Namun, mereka belum memiliki keterampilan dan kepercayaan diri yang mumpuni untuk mengelola ketidakpastian lingkungan yang sering kali terjadi sehingga cenderung menjadi lebih cemas. Ini semacam mematahkan asumsi yang selama ini terbangun bahwa menjadi penduduk asli digital (digital native), artinya melengkapi kekurangan dari karakteristik generasi sebelumnya melalui keterampilan yang lebih adaptif dan inovatif dalam mengatasi situasi ketidakpastian. Dasar yang dikemukakan dalam penelitian ini cukup beralasan. Gen Z dilahirkan dan dibesarkan dalam pengasuhan yang terlalu protektif di tengah kondisi dunia yang serba tidak menentu. Resesi ekonomi, transformasi digital, invasi di beberapa negara, bencana alam, dan juga wabah penyakit. Ini yang kemudian menyebabkan di masa dewasa, Z menjadi kurang toleran terhadap ambiguitas lingkungan karena masa kanak-kanak yang terlalu terlindungi. Penelitian American Psychological Association yang dikutip dalam Media Literasi bagi Digital Natives: Perspektif Generasi Z di Jakarta menegaskan temuan tersebut. Kemampuan mengelola stres dan mencapai gaya hidup sehat semakin menurun di setiap generasi. Jika fenomena ini berlanjut, maka ke depannya, Gen Z akan menjadi generasi yang paling stres sepanjang sejarah. Kondisi ini juga berkaitan dengan karakter Gen Z yang tidak memiliki batasan dengan individu lain, sehingga memungkinkan mereka mudah labil karena menerima terpaan informasi dan kondisi yang cepat berubah dan serba acak.

Hadirin dan para tamu undangan yang berbahagia,

Perlu adanya komitmen dari berbagai pihak, yaitu perguruan tinggi, kemitraan dengan industri dan didukung oleh pemerintah untuk meningkatan jumlah technopreneur yang berkarakter inovatif dan memiliki skill yang baik. Dengan integrasi dan kerjasama dari berbagai pihak tersebut, diharapkan muncul lebih banyak lagi para technopreneur muda inovatif yang berhasil dalam mengemangkan inovasinya. Sehingga implementasi dari integrasi tersebut, dapat diwujudkan dengan penerapan model inovasi penta helix. Pentahelix adalah istilah yang digunakan untuk menyebut partisipasi dan kerjasama dari lima pembangunan elemen, yaitu pemerintah, pengusaha, akademisi, masyarakat, dan lingkungan untuk mendorong pembangunan ekonomi dan sosial. Model inovasi penta helix ini dapat dipertimbangkan untuk keberhasilan calon Technopreneur. Saat ini pemerintah telah memiliki berbagai program untuk meningkatkan peran technopreneur muda, agar terjadi peningkatan dalam jumlah technopreneur muda di Indonesia, dan saat ini pun ada berbagai pihak industri yang secara bersama-sama dengan perguruan tinggi mendidik para technopreneur muda.

Berdasar Global Entrepreneurship Index, terdapat 14 pilar yang menjadi pertimbangan bagaimana sikap para entrepreneur agar dapat menjadi seorang entrepreneur. Pilar tersebut adalah kesempatan untuk memulai bisnis, memiliki keahlian dalam startup, menerima risiko yang timbul, memiliki kemampuan networking, pandangan positif penduduk suatu negara terhadap entrepreneurship, kesempatan dalam melakukan startup, penyerapan teknologi, sumber daya manusia, persaingan, inovasi produk, inovasi proses, pertumbuhan yang tinggi, penerimaan dari pasar secara internasional, kemampuan mengelola risiko terhadap modal. Karakter para calon entrepreneur ini harus dipupuk sejak dini agar memiliki literasi digital yang baik dan Tangguh secara mental.

Hal ini tidak terlepas dari begitu besarnya internet mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia. berdasarkan riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2023, pengguna internet mencapai 213 juta orang. Menyikapi perkembangan tersebut pemerintah pun telah mencanangkan visinya untuk menjadikan Indonesia sebagai “The Digital Energy of Asia“. Maka dari pernyataan pemerintah tersebut diharapkan para technopreneur semakin termotivasi untuk mengambil ide-ide kreatif dengan bantuan media sebagai katalisator di era revolusi industri 4.0 menuju masyarakat 5.0. sehingga peran technopreneur muda menjadi lebih siap dalam menghadapi perkembangan teknologi dan menghasilkan berbagai inovasi yang dapat direspon dengan sangat baik oleh konsumen.

Perkembangan teknologi dan pengguna internet yang masif juga membuat tren bisnis technopreneurship akan terus berkembang. Pada tahun 2023, beberapa tren technopreneurship seperti metaverse dan superapps telah berkembang. Metaverse diprediksi akan membuka banyak lahan bisnis di masa depan. Metaverse sendiri adalah dunia komunitas virtual/maya yang saling terhubung. Sebuah perusahaan konsultasi manajemen, Gartner, memprediksi bahwa 5 tahun dari sekarang, lebih dari 40% organisasi besar di seluruh dunia akan menggunakan kombinasi Web3, AR cloud, dan digital twins dalam proyek berbasi metaverse yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan. Sedangkan superapps menggabungkan fitur aplikasi, platform, dan ekosistem dalam satu aplikasi. Tidak hanya memiliki serangkaian fungsi sendiri, superapps juga menyediakan layanan bagi pihak ketiga untuk menciptakan mengembangkan aplikasi mereka sendiri.

Para pimpinan, para dosen dan staf yang saya hormati,

Pendidikan perlu bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Leadership perguruan tinggi sangat diperlukan untuk menginisiasi transformasi ini. Disiplin, etos kerja yang baik, inovasi pimpinan sangat diperlukan untuk menjadi role model yang baik pada sebuah institusi pendidikan. Bukan suatu hal tidak mungkin Universitas Utpadaka Swastika akan menjadi universitas yang unggul dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama.

Alhamdulillah, puji Syukur saya panjatkan bahwa saat ini UNIKOM telah menjadi universitas terakreditasi unggul hanya dalam waktu 22 tahun sejak pendiriannya, sementara rata-rata universitas memerlukan waktu jauh lebih lama untuk mencapai akreditasi tertinggi tersebut. Tentu ini berkat kerja sama yang baik dari seluruh civitas akademika yang dibangun melalui corporate culture dan leadership yang baik. Saya yakin dibawah kepemimpinan Ketua Yayasan, Rektor dan jajarannya, Universitas Utpadaka Swastika pun akan semakin berprestasi di masa depan.

Pada konteks pendidikan, pemahaman tentang karakteristik setiap generasi menjadi penting untuk menentukan bagaimana strategi pendidikan yang efektif diberikan kepada mahasiswa. Tujuannya tidak sekadar capaian akademik dan pedagogik, tetapi juga bagaimana proses pendidikan dapat menumbuhkan karakter dan kecintaan mahasiswa terhadap aktivitas belajar. Saat ini, sebagian besar dari Gen Z berada pada usia sekolah dan kuliah. Ini berarti, penyesuaian sistem belajar dalam ruang-ruang pendidikan kita harus mempertimbangkan karakteristik Gen Z agar sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa mengesampingkan minat dan habituasi mereka sebagai sebuah kelompok generasi.

Pada karakter figital, sifat Gen Z sebagai “digital native” sangat melekat. Dosen harus kreatif dan banyak melakukan pengamatan tentang bagaimana mahasiswa memadukan sisi fisik dan digital dalam cara mereka berinteraksi, hidup, dan belajar. Ini kemudian akan menjadi landasan untuk menentukan metode pembelajaran yang akan gunakan. Para dosen sudah harus semakin terbiasa menggunakan sarana pembelajaran yang beragam melalui teknologi digital, agar mahasiswa tetap dapat aktif dan terkoneksi dalam pembelajaran dalam berbagai kondisi pembelajaran yang ada. Dosen juga perlu untuk lebih terbuka terhadap tambahan leksikon baru sebagai media dan perangkat pembelajaran. Ini dapat berupa visual, video, atau bahkan simbol tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas komunikasi antara mahasiswa dan dosen. Dosen perlu lebih kreatif dalam mencari dan menerapkan solusi figital (fisikal digital) untuk meningkatkan dan menyebarkan budaya pembelajaran.

Gen Z memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang berbagai hal, khususnya hal-hal baru. Hal ini menjadikan mahasiswa terpacu untuk mengetahui berbagai hal dari sumber-sumber informasi yang tersebar dan mudah diakses saat ini, salah satunya melalui media sosial. Dalam hal ini, pendidikan perlu menjadi media yang terbuka dan mewadahi berbagai informasi yang diperlukan mahasiswa tidak hanya pada hal yang berkaitan dengan pembelajaran, tetapi juga keterampilan hidup. Pendidikan perlu mampu mengkurasi Informasi apa saja yang memang bermanfaat bagi mahasiswa, dan yang tidak. Kompetensi guru menjadi sangat penting dalam hal akurasi tersebut. Penting bagi ekosistem pendidikan untuk memberikan ruang kepada para mahasiswa untuk menyampaikan gagasan dan penilaiannya tentang proses belajar yang mereka jalani sehari-hari, termasuk berkesempatan merekonstruksi harapan mereka tentang pendidikan di masa depan. Kenyamanan belajar adalah yang utama bagi Gen Z.

Karakter lain dari Gen Z adalah Weconomist. Pada karakter ini, Gen Z lebih menyenangi kegiatan yang sifatnya berkelompok dan selalu terhubung dengan sejawatnya. Dalam pembelajaran, karakter ini dapat difasilitasi dengan penerapan pendekatan pembelajaran melibatkan lebih dari satu orang dan mengkondisikan mereka untuk saling berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan. Pendekatan project based learning dan sejenisnya akan membuat mahasiswa terbiasa bekerja dengan kelompok dan berbagi informasi di dalamnya. Mereka perlu lebih banyak didekatkan dengan sesamanya, untuk dapat saling belajar dan memberikan masukan dengan komunitasnya (peer review), dengan tetap menempatkan dosen sebagai fasilitator belajar. Kegiatan eksplorasi mahasiswa juga perlu untuk semakin dihidupkan melalui berbagai diskusi. Mereka dilatih untuk menyampaikan berbagai ide dan gagasan untuk menstimulasi karakter inovatif dan kreatif. Upaya ini berkaitan juga dengan karakteristik Gen Z yang lebih senang melakukan banyak hal sendiri. Untuk membangun karakter ini, dosen dapat banyak membangun pembelajaran dengan pendekatan yang beragam untuk mendorong kreativitas siswa dalam banyak hal.

Bagaimanapun, proses belajar harus bersifat mandiri, demokratis, dan membuka ranah yang luas bagi penciptaan dan penemuan hal-hal baru dalam pembelajaran. Para dosen perlu menyampaikan secara terbuka peluang, tantangan dan juga hambatan yang mungkin nantinya akan membuat siswa memerlukan upaya lebih untuk mencapai cita-cita yang mereka impikan. Dengan berbagai upaya tersebut, pendidikan diharapkan mampu memberikan masukan tentang hal-hal rasional yang perlu Gen Z lakukan dalam kehidupan mereka, pada saat ini serta di masa depan. Saya sangat yakin para dosen di Universitas Utpadaka Swastika ini bisa melakukan proses transformasi pendidikan yang sehingga lulusannya akan berkarakter baik dan inovatif.

Para Wisudawan-wisudawati yang berbahagia,

Akhirnya saya ingin menyampaikan bahwa “Real success is determined by two factors. First is faith, and second is action.” (Kesuksesan sejati ditentukan oleh dua faktor. Pertama adalah keyakinan, dan kedua adalah tindakan). Saudara/i telah berjalan sejauh ini, melewati berbagai rintangan dan pada hari ini bisa menyandang gelar Sarjana, maka yakinlah bahwa Saudara/i bisa menghadapi apapun di depan sana dan teruslah bermimpi, teruslah berbuat dan berkarya nyata.

Jadilah Saudara/i sebagai wisudawan-wisudawati dengan pribadi yang unggul secara intelektual, anggun secara moral, kompeten menguasai IPTEK, berjiwa sosial dan memiliki komitmen yang tinggi untuk memajukan bangsa dan Negara Indonesia.

Kepada wisudawan-wisudawati yang lulus dengan predikat Cum Laude, Magna Cumlaude dan Tsuma Cumlaude, saya sampaikan Selamat dan rasa bangga Saya atas prestasi akademik yang Saudara/i capai. Pertahankan dan tingkatkan terus prestasi tersebut kelak setelah Saudara/i bekerja dan berada ditengah masyarakat.

Atas keberhasilan studi para wisudawan-wisudawati, pada kesempatan ini Saya ingin mengucapkan selamat kepada Para Pimpinan Universitas, Pimpinan Fakultas, Pimpinan Jurusan, dan seluruh Dosen, karyawan dan tenaga administrasi Universitas Utpadaka Swastika atas kerja keras, kesungguhan, kesabaran serta profesionalismenya dalam mengajar, membina, membimbing, dan mengarahkan para wisudawan-wisudawati.

Kepada keluarga wisudawan-wisudawati: Orangtua, Saudara/i, Isteri, Suami, Pacar serta anggota keluarga lainnya, kami ucapkan Selamat dan ikut bergembira atas keberhasilan anggota keluarga tercinta, yaitu wisudawan-wisudawati.

Akhirnya, Selamat menempuh hidup bermasyarakat, selamat berjuang, selamat bekerja dan selamat berprestasi.

Billahi taufik Wal hidayah

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Rektor UNIKOM
Prof. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto, M.T.